Reje Musipet Suket

by -1001 Views

Oleh : Karimansyah*

Tutur bijak atau peri mustike Gayo “Reje musipet suket. Munyuket gere rancung, munimang gere angik”.

Peri bahasa ini artinya raja bersifat adil. Menakar tidak lebih atau kurang, menimbang tidak berat sebelah.

Inilah falsafah kekuasaan atau kapemimpinan dalam Pemerintahan ” Sarak Opat ” di Tanoh Gayo.

Dalam konsep kekuasaan ini, keadilan menjadi nilai atau norma tertinggi yang harus diamalkan seorang raja atau pemimpin.

Terjadi di suatu negeri, nilai atau norma keadilan kurang mendapat tempat.

Seorang raja seakan tanpa batas menjalankan kekuasaan semata atas dasar selera.

Raja nampak hanya untuk membesarkan diri dan melanggengkan kekuasaaannya, bukan memuliakan rakyatnya dan negerinya.

Demi diri dan kekuasaannya, diabaikan keadilan dan menegaskan keberpihakan dengan istilah cawe-cawe (campur tangan). Alhasil, prilaku tidak adil diperlihatkan secara vulgar.

Saat ini di negeri itu cawe-cawe menjadi kata populer karena dicetuskan oleh seorang raja Wakanda, sehingga gaungnya mendunia.

Cawe-cawe menjadi kosakata baru dalam dunia politik praktis yang banyak menjadi bahasan pemerhati, akademisi dan praktisi.

Cawe-cawe bukan sekedar mempengaruhi, mengajak, mengarahkan dan menjanjikan untuk memberi dukungan. Melainkan lebih dalam dari itu, seperti mengkoordinir, mendesak, menekan, bahkan menyandera serta memaksa untuk memberi dukungan.

Cawe-cawe merupakan terminologi baru dalam dunia politik yang berkonotasi negatif.

Dalam konteks ini, seorang raja mengambil peran sebagai pencawe-cawe, sesungguhnya mereka telah menanggalkan pakaian kebesarannya yakni keadilan. Dia semakin telanjang tanpa rasa malu, etika, kepantasan dan kepatutan.

Cawe-cawe adalah puncak tertinggi dari kerusakan tatanan demokrasi atau palung terendah kualitas berdemokrasi.

Penganut cawe-cawe berpandangan bahwa raja dan pembantunya boleh memihak.

Mereka kecanduan kekuasaan, akibatnya tanpa malu melakukan apa saja demi menikmati lezatnya kekuasaan. Perangai ini tentu sangat riskan dan berbahaya bagi keberlanjutan demokrasi.

Ketika pejabat negara atau penyelenggara negara dimaknai hanya sebagai pejabat politik, maka urusan negara menjadi tidak penting bagi mereka.

Pola ini dapat menimbulkan kemarahan rakyat dan pada puncaknya dapat memicu pertikaian yang berujung runtuhnya sebuah kerajaan besar.

Kalau kemarahan rakyat dengan gerakan revolusi untuk perbaikan dan mengakhiri sebuah rezim, masih kita syukuri. Namun kalau kemarahannya membuat negeri besar berkeping- keping akan sangat kita sesalkan.

Kita masih berharap kerajaan Wakanda berubah menjadi negeri demokratis yang damai, berkemajuan, berdaulat, berkeadilan dan sejahtera bersama.

Mari kita berikhtiar mengakhiri rupa republik berkelakuan kerajaan. Tugas semua untuk berusaha melakukan perubahan.

Semoga Allah swt akan memuliakan orang-orang yang memposisikan diri sebagai pejuang perubahan untuk hidup bermartabat dan mati dalam ridhoNya. Aamiin.

Teluk Pukes, 27 01 24

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

No More Posts Available.

No more pages to load.